Anak-anak dan Jepang (1)

ODOP 3

Tinggal di Sendai, mirip-mirip sama kehidupan kami sebelumnya di Indonesia. Hanya beda bahasanya saja. Hahaha. Dan mungkin ini cocokologi bahwa antara kota Bandung dan Sendai banyak persamaannya. Seperti kode telepon yang sama-sama 022. Juga lokasinya yang berada di dataran tinggi. Sehingga hawanya 11-12 dengan Bandung (atas).

Berbeda dengan negara berkembang yang ongkos tenaga kerjanya murah, di negara-negara maju, mempekerjakan orang itu biayanya mahal. Seperti misalnya di sini tidak ada pembantu alias ART. Sehingga semua mengandalkan supporting system yang dibuat untuk mengasuh anak-anak di kala orang tua bekerja dengan adanya nursery school (hoikuen) untuk anak di bawah usia SD; dan children hall (jidoukan) untuk anak SD.

Karena setiap pagi dan sore saya mengantar anak-anak ke hoikuen, maka Jepang sebagai salah satu negara yang angka kelahirannya rendah, tidak saya rasakan sama sekali. Para orang tua, baik ibu, bahkan bapak, mengantar anak-anaknya dengan berjalan kaki, berstroller, dan bersepeda. Paling salut sama yang naik sepeda dengan boncengan depan belakang plus ditambah ngegendong di depan/belakang. Di sini naik sepeda sudah kayak sirkus saja. Justru malah motor hanya boleh ditumpangi oleh satu orang saja! Di lab saya, Sensei pun anaknya 3. Assistant Prof pun wanita dan beranak 2, juga mempercayakan anaknya ke hoikuen. Kondisi di sekitar saya ini jadi membuat saya nyaman dan tenang karena kota ini tidak terlalu stereotype Jepang.
18446814_10212194033782047_6929880443370520983_n

Tapi jangan salah. Situasi ini juga banyak kok di temui di Indonesia. Apalagi buat mereka yang biasa beraktivitas antar anak-anak ke daycare, ngantor, jemput anak-anak, lalu quality time bersama. Ganbare, semuanya!

Leave a comment