Archive for July 10, 2015

Random 10.07.15

Di kantor saya sedang ada yang baru punya anak. Cowok. Itu yang suka banget ngomongin gaji. πŸ˜€

Saya udah ngebeliin dia buku-buku kehamilan dan parenting pas pameran. Juga udah nyuruh beli buku Baby Book Dr. Sears. Udah punya akhirnya. Tapi yang ditanyain itu selalu pertanyaan yang ada jawabannya di 5 jilid buku oke itu. Pleus kalau dikasih tau bawaannya suka kembali ke Mitos Orangtua Zaman Dahulu – bukan bermaksud nggak sopan dan tidak hormat dengan ilmu yang dimiliki oleh generasi sebelumnya, tapi pada dasarnya saya orang yang butuh Scientific Prove. Jadi selalu ada pegangan jurnal atau buku. Dan buat saya, apapun yang dilakukan orang lain kepada anaknya ya silakan saja, asal bukan ke anak saya. Pleus saya akan menyampaikan kalimat, “Kalau saya, berdasarkan ABC, saya akan …”. Nggak pernah saya bilang, “Kamu harus …” atau “Itu salah.” Saya yakin semua orang punya “yang terbaik” bagi anaknya baik itu benar atau salah – da tanggungjawab jatuh ke orang tua.

Tapiii, beberapa hari ini si cowok itu selalu bilang kalau pendidikan ke anak itu harus dipaksa. Dan selama ada mertua dia akan tetap tidur kalau anaknya yang belum sebulan itu nangis – walau udah saya ceritakan tentang pengalaman baby blues baik dari saya maupun teman. Tapi ya itu, dia keukeuh dan tetap minta pendapat. Sampai saya angkat kaki saja sih kalau sudah begini. Ngapain emosi. Toh anak dia pertanggungjawaban dia di hadapan Allah kelak.

Ini jadi ghibah.

Sekian dulu. Sebelum meledak karena sekarang dia keukeuh lagi tentang hal lainnya.

Comments (1)

Beasiswa (Kembali)

Berhubung banyak yang sudah dan akan berangkat sekolah tahun ini, maka saya dedikasikan tulisan ini untuk cita-cita saya yang masih belum terkabul sejak 2008-2009. Tulisannya bisa dilihat di … silakan cari aja, deh πŸ˜€ tulisan kegalauan belum diterima master di tahun 2008-2009. Hahaha. Saya juga sedang malas cari di arsip. Ini ngetik sambil nunggu sampling GC.

Jadi di tahun 2008-2009 itu saya sudah apply beasiswa ke Monbusho, INPEX, Erasmus Mundus, VLIR-OUS, Frontier Osaka Univ – apalagi yaaa … seingat saya ada 7. Dan alhamdulillah semua belum ada yang lolos. Ada yang lolos si VLIR, tapi hanya dapat sekolah dan waiting list beasiswa. Atuhlah, itu saya bayar kursus casciscus aja harus ngajar privat dulu ke sana ke sini, apalagi buat nalangin tuition fee di Belgi … oh, belum mampu πŸ˜€

Maka akhirnya dengan ilmu perbeasiswaan sejak lama, saya beranikan diri untuk HARUS sekolah lagi dengan jalan bekerja di tempat yang mewajibkan sekolah sebagai mandatory jenjang karir. Hoho. Ya, itu alasan saya pindah kerja ke sini. Jangan ada yang nanya lagi tentang gaji di sini jauh lebih kecil dari di sana ya, tolong –

Adalah rekan kerja dekat saya yang kemudian berangkat sekolah duluan sebelum saya – hahaha. Padahal udah yakin akan sekolah duluan. Berhubung sang rekan saya ini sudah mengantongi beasiswa LPDP sebelum masuk kantor, maka Pak Direktur pun bahkan Kepala memberikan izin kheuseus sekolah sebelum masa kerja 2 tahun pleus doi masih CPNS. Rezeki pisan lah si Arif.

Rekan kerja saya yang lain dari hasil Master di luar juga udah melahirkan 2 jurnal internasional! Bikin envy nggak, tuh! Padahal mau nge-submit jurnal aja bayarnya minimal 400 Euro, Saudara-saudara sekalian. Rezeki banget kalau dibayarin sama Supervisor Research pas sekolah. Rekan kerja saya yang satu lagi masih di Jepang sana. Dan rekan kerja saya yang satu lagi sebentar lagi akan ke Belanda. Kereeen!

Saya jadi udah semangat 45 siap-siap lagi apply seperti tahun 2008-2009 dulu kala. Ikat kepala Ganbarimashou sudah nempel di jidat. Pleus restu sudah diberikan oleh Pak Suami Tercintah. Apalah yang ditunggu. Hasil IBT sudah di tangan. Recommendation letter sudah dadah-dadah dari ruangan Pak Direktur. Motivation letter udah mulai ngecap lagi. Deadline beberapa beasiswa sudah nangkring di kubikel.

Eeeiiittt …

Tapi yang belum siap adalah si riset proposal πŸ˜€ Well, so here is the things. My previous education background was really different with the objective of my Research Center. Si sayah masih harus mengorek-ngorek ilmu baru di riset senter saya ini. Masih nempel sana- sini mancari tau apa yang harus saya lakukan. Nggak mungkin kan riset proposal saya tentang Tempe tapi saya kerja tentang Tahu. Eh, kok tahu tempe. Ya maksudnya, nggak akan dapat izinlah kalau ilmu yang saya ambil nanti menyimpang dari visi misi riset senter saya.

Jadi marilah sekarang saya mulai rajin membaca jurnal kembali dan nyemplung di lab supaya bisa segera merampungkan proposal riset. Sebelum si IBT expired lagi dan harus merogoh $190, hihihi.

Bismillaaah! Semoga tahun ini bisa apply lagi dan segera berangkat tahun depan! Fight on!

Comments (1)

Refleksi 2014 #2

Menyambung cerita dari sini, tentang peran baru saya sebagai staff (lagi) setelah lamaaa tidak bekerja – walau sudah basi dibicarakan, tapi saya tetap mau sedikit curcol di sini.

Bermula dari teman seangkatan saya yang hobi banget mengeluh tentang gaji (C)PNS dan – sudah pasti, selalu saya debat balik (hahaha), saya jadi ingin komen tentang pekerjaan (C)PNS. Saya besar di keluar hampir semua PNS. Orang tua, ua, bibi, paman, bude, pade. Tapi mereka jauh dari cerita PNS yang saya dengar tentang mereka yang malas. Sejak SD, si sayah sering banget ditinggal ayah keluar pulau dan ibu yang kemudian ketika saya masuk SMA baru berganti peran menjadi ibu yang sangat sibuk – walau tentu tetap menyiapkan bekal sekolah dan memeriksa PR saya minimal sekali seminggu, hehe. Until now!

Saya agak bingung aja kenapa PNS disebut pemalas dan nggak jelas. Sampai kemudian saya ikut nyemplung ke kolam bernama PNS. Jauh di luar apa kata orang, kerjaan saya sebagai (C)PNS luarbiasa padat. Memang belum bisa 100% menjadi fungsional yang baik di lab. Di awal tahun pertama saya, saya banyak mendapat pengetahuan, manajerial, komunikasi, dan networking.

Ex-Kabid saya yang luar biasa keren mencemplungkan saya pada banyak kegiatan di luar lab. Seperti mempersiapkan seminar dan menjalin networking. Di awal 10 bulan saya bekerja, saya sudah punya banyk link dari makan malam di undangan-undangan dari Kedubes Perancis danΒ  rumah Dubes Perancis berkat menjadi orang ketiga – eh ini maksudnya bukan “orang ketiga” ya. Tapi kalau nggak ada Ibu Ketua dan Wakil ketua, saya yang didelegasikan berangkat – kayak gitulaaah. Bahkan nge-skype sama Prof. Richard Gere dari Perancis sana. What an experience.

Saya juga suka diajak Bu Ex-Kabid ke undangan makan malam di Kedubes USA. Itu dua negara tersebut tadi, Perancis dan USA tidak pernah ada di benak saya sama sekali untuk dijadikan destiny sekolah. Tapi malah peluang terbuka dari tempat yang nggak disangka-sangka – walau belum saya manfaatkan euy peluangnya.

Selain itu juga saya sibuk – atau ikutan sibuk, di kegiatan per-Jepangan. Memang kalau per-Jepangan ini sudah menjadi makanan favorit dari SMA. Tujuan sekolah banget. Walau sekarang niatan itu berangsur-angsur pudar karena mainstream pisan di sini yang alumni sana. EH, tapi rezeki mah bisa dari pintu mana saja yang tidak terduga-duga! Catet!
Dan berakhir dengan saya ikutan berangkat ke konferensi di Jepang sana sama Pak Kabid dan Pak Direktur.

Sebagai fungsional Perekayasa – beda dari Peneliti ini (katanyaaa …), saya tiap hari juga harus belajar kayak mahasiswa Tugas Akhir. Ya studi literatur, klabing – ke lab maksudnya, dapet data, analisis, nulis laporan, etc sampai jadi sebuah tulisan penelitian eh perekayasaan.

Memang banyak kegiatan penelitian yang lamaaa sekali dan tersendat masalah dana dan dana dan dana, as what we know from Government Research Institute. Tapi di situ juga kita harus pintar cari kegiatan. Saya gak munafik, kadang kalau kerjaan sedang nggak ada saya akan buka word dan mulai ngetik cerita atau browsing hal lain. Buuuttt … selama otak ini terus dimanfaatkan untuk hal yang sudah kita tujukan di awal, maka nggak ada itu harusnya cuap-cuap syalala tentang PNS itu nggak ada kerjaan. Hellooo.

Saya juga sampai harus nitip Rafa ke suami tuh kalau harus dinas. Jadi itu mitos, lah kalau PNS itu disamaratakan pemalas dan nggak jelas.

Dan efek dari mitos itu, gaji (C)PNS yang PGPS-nya hanya 1,7 juta pun, juga jadi bahan keluhan banyak orang. Apalagi yang pada sebelumnya di swasta atau O&G (emang gue belum pernah kerja di O&G – heu, pernah ngalamin, tapi ini bukan tentang uang terus, dong!). Plus orang-orang yang ngeluh, HP-nya ganti melulu dan suka boros. Hadeuh. Yah, duit mah nggak pernah cukup. Harus kembali lagi ke mindset diri sendiri.

Kok jadi ngalor ngidul gini tulisan …

Yah, intinya, kamu mau PNS, swasta, wiraswata; gaji besar, sedang, kecil; semua kembali ke mindset dan kekreatifan akal kamu untuk memanfaatkan apa yang sudah Allah kasih. Kalau sedang nggak sibuk, coba browsing beasiswa, kalau lagi sibuk, coba bersyukur dan dikerjakan bukan ditunda-tunda. Kalau baru gajian, coba dialokasikan yang baik. Kalau uang sudah mau habis, coba berhemat. Semua kembali ke mindset di otak.

Dan terakhir – menutup Refleksi 2014 yang udah lumutan – saya mau bilang: jadi PNS itu bukan nggak jelas. Itu adalah salah satu cara menjemput rezeki dari Allah yang harus kamu syukuri dan manfaatkan sehingga bisa bermanfaat bagi banyak orang, Merdeka.

Comments (3)