Kamu seorang ibu dengan dua anak atau lebih? Masih ingin melanjutkan sekolah? Kamu pasti bisa!
Ketika selesai wawancara LPDP akhir tahun 2015 lalu, rasanya saya berjanji pada rekan saya untuk menuliskan bagaimana ujian saat itu. Tapi saya bilang, saya akan menuangkannya dalam tulisan jika saya sudah lulus tes beasiswa. Tapi setelah lulus juga tidak sempat karena (sok) sibuk dengan rumah, kantor, Persiapan Keberangkatan, kehamilan, kelahiran, hingga akhirnya sekarang setelah 2 bulan ada di sini. Baiklah, mari kita coba share pengalaman saya itu.
Kenapa Jepang?
Ketika mendaftar LPDP, pilihan saya adalah Jerman. Alasannya banyak: 1. Suami saya sudah pernah diterima di Bonn, 2. Biaya hidup murah (berdasakan hasil diskusi dengan banyak orang), 3. Bisa membawa keluarga langsung tanpa deposit, 4. Secara tidak sadar, mengingatkan saya akan cita-cita sejak SMP karena punya penfriend di sana, 5. Biaya hidup di sana murah dan bisa bawa keluarga langsung. Itu.
Kenapa sih keukeuh harus bawa keluarga langsung? Karena saya ibu dari dua orang anak. Dan saat pengumuman seleksi LPDP, saya sedang hamil. Artinya ketika saya sekolah, anak ke-2 saya baru lahir. Sesuai komitmen awal kami untuk memberikan ASI selama 2 tahun, maka saya juga ingin berusaha yang terbaik bagi anak ke-2 kami.
Lalu apa yang terjadi? Selain saya gagal seleksi DAAD, professor saya di TUM pindah ke Umea, Swedia. Berdasarkan berbagai alasan tentang standar minimum pendapatan yang harus diterima mahasiswa PhD di Swedia, maka akhirnya saya mundur. FYI: ke Swedia juga bisa berangkat langsung bersama keluarga tanpa deposito – teman satu PK saya langsung berangkat bersama suami dan anaknya.
Terus kenapa Jepang?
Mungkin takdir, hahaha. Well, kalau ditilik-tilik, perjalanan ke sana alhamdulillah dimudahkan sekali. Dengar-dengar dari para alumni sebelumnya pun, membawa keluarga ke sana sini lebih dimudahkan daripada misal ke UK (di mana kamu harus punya deposito – yang saat itu masih lebih mahal dari rumah saya, huhu) atau Belanda (yang visa MVV-nya juga mencapai angka X00 juta), atau negara-negara lain yang mensyaratkan harus tinggal dulu baru bisa mengundang keluarga. Situasi tersebut bagi saya tidak mungkin. Jauh dari anak-anak dan masalah biaya adalah hal penting.
Jadi bagaimana supaya kamu bisa berangkat bersama ke sini?
Ada 3 cara.
1. Keluarga menyusul (yang ini buat saya mustahil),
2. Minta tolong dibuatkan Certificate of Eligibility (COE) oleh kampus (yang ini mulanya ditawarkan oleh Sensei, tapi kata kantor imigrasi, lebih baik keluarga student jadi dependent student itu sendiri). Mohon JANGAN maksa sama Sensei untuk ini karena akan merusak nama baik diri sendiri dan negara,
3. Berangkat bersama dengan keluarga menggunakan visa turis 3 bulan, lalu change visa status di sini.
Akhirnya, kami berangkat bersama dengan suami dan anak-anak memakai visa turis 3 bulan. Bagaimana caranya? Berikut langkah-langkahnya 🙂
Membuat visa
Syaratnya apa saja bagi keluarga? Bisa dibaca di sini. Kurang lebih seperti ini:
- Paspor.
- Formulir permohonan visa. [download (PDF)] dan Pasfoto terbaru (ukuran 4,5 X 4,5 cm, diambil 6 bulan terakhir dan tanpa latar, bukan hasil editing, dan jelas/tidak buram)
- Foto kopi KTP (Surat Keterangan Domisili) – kecuali anak-anak
- Fotokopi Kartu Mahasiswa atau Surat Keterangan Belajar (hanya bila masih mahasiswa) – tidak perlu
- Bukti pemesanan tiket (dokumen yang dapat membuktikan tanggal masuk-keluar Jepang) – saya menggunakan booking tiket, sayang kalau hangus 😀
- Jadwal Perjalanan [ download (DOC)] (semua kegiatan sejak masuk hingga keluar Jepang) – yang cukup diisikan selama 3 bulan di lokasi tempat tinggal yang sama seperti kita (lampirkan bukti tempat tinggal juga)
- Fotokopi dokumen yang bisa menunjukkan hubungan dengan pemohon, seperti kartu keluarga, akta lahir, dlsb. (Bila pemohon lebih dari satu)
- Dokumen yang berkenaan dengan biaya perjalanan: – karena saya penerima beasiswa, saya melampirkan Letter of Guarantee dan Letter of Scholarship.
* Fotokopi bukti keuangan, seperti rekening Koran atau buku tabungan 3 bulan terakhir (bila penanggung jawab biaya bukan pemohon seperti ayah/ibu, maka harus melampirkan dokumen yang dapat membuktikan hubungan dengan penanggung jawab biaya).
- Tambahan dari saya: sebenarnya ini jadi seperti mengundang keluarga tapi berangkat bersama, lampirkan juga Surat Jaminan [ download (PDF) ] bagi setiap orang. Saya juga melampirkan Letter of Acceptance (LOA) & COE saya dan surat dari Sensei bahwa mengizinkan membawa keluarga.
- Pengajuan bisa dilakukan bersamaan atau diri sendiri dulu kemudian keluarga. Saya melakukannya bersamaan.
Alhamdulillah dalam waktu tepat 4 hari, saya, kami memperoleh visa kami. Saya dengan lama tinggal sesuai COE, sedangkan keluarga sesuai dengan pengajuan maksimal selama 3 bulan. Dan karena ke Tohoku, maka biaya visa gratis! (Ayo, ke Tohoku! *promosi 🙂 ).
Kemudian, setelah tiba di Jepang, jika masuk melalui bandara besar, maka akan langsung mendapatkan KTP (Zairyu Card). Untuk kasus saya, karena turun di Sendai, maka pembuatan KTP ini diajukan di kantor kecamatan dan kartunya akan dikirim ke tempat tinggal. Begitu dapat, langsung ke kantor imigrasi sesuai lokasi dan ajukan COE untuk keluarga.
Mengajukan COE (dengan posisi dependent sudah di Jepang)
Syaratnya? Ada di sini. Kurang lebih seperti ini:
- Formulir Aplikasi 1 berkas, download disini
- Foto 3cm X 4cm 1 buah
- Foto berwarna dengan latar belakang putih
- Foto harus 3 bulan terakhir – saran: bawalah foto berbagai ukuran dari Indonesia, soalnya di sini mahal, hehe.
- Tidak boleh pakai penutup wajah/kepala/topi, tapi klo kerudung jelas boleh
- Proporsi foto sebaiknya diperhatikan baik baik, jangan terlalu kecil wajahnya, harus jelas, dll. Aturan resmi proporsi tidak ada untuk CoE, tapi untuk visa ada banyak contohnya di sini
- A return mail envelope with affixed stamp 392 yen. Amplop untuk pengiriman CoE yang udah selesai/approved ke alamat tempat kita tinggal. Alamatnya kita tulis sendiri, perangko juga tempel sendiri. Ukuran amplop bebas, bisa tanya ke kantor pos setempat. Untuk perangko, harga di atas untuk 1 orang, jadi kemarin karena 3 orang untuk suami dan anak-anak, maka tambah 10 yen. Bisa langsung ditanyakan di tempat kok harganya.
- The supporting documents shown on the table. Jadi dokumen tambahan yang diperlukan bergantung jenis CoE yang kita Apply. Untuk Dependent, dokumen tambahan yang diperlukan adalah:
- Documents certifying the personal relationship between the person concerned and the person who is to support him or her. – Di sini saya melampirkan translasi/ translate-an dari Buku Nikah dan Akte Lahir anak-anak. Dalam bahasa Jepang. Tidak harus ke penerjemah tersumpah, bisa kepada teman yang orang Jepang.
- Copies of the registration certificate or the passport of the person who is to support the person concerned. Saya membawa Juminhyo alias surat keterangan tempat tinggal yang bisa diperoleh di kantor kecamatan setempat, si Zaryu Card, dan letter of enrollment dari kampus. Dan tentunya kopi passport.
- Documents certifying the profession and the income of the person who is to support the person concerned. Disini saya siapin surat keterangan pelajar dari kampus, dan LOG & LOS dari LPDP.
- Letter of Guarantee. Formulir bahwa kita akan jadi penjamin istri/anak kita. Download di sini. Sama dengan dokumen surat jaminan point 9 di atas.
- Semua dokumen yang dikirimkan, tidak akan dikembalikan. Jadi setelah memperlihatkan semua yang asli, jangan lupa dibawa pulang, ya 🙂
Nah, semua dokumen itu dijadikan satu bundle. Formulir COE untuk suami dan anak-anak beserta dokumen lainnya masing-masing 1 saja. Setelah diserahkan, duduk manislah di rumah.
Waktu itu saya sebagai emak yang khawatiran sampai bertanya kepada petugas. Biasanya berapa lama selesai COE keluarga? Satu bulan. Kalau lebih dari itu bagaimana? Jangan khawatir, pasti bisa. Soalnya anak saya masih menyusui. Jangan khawatir. Kalau perpanjang visa 3 bulan lagi bisa, Pak? Tidak perlu, pasti selesai.
Dan qodarullah! 2 minggu saja jadi! Segera setelah menerima COE keluarga, kami kembali ke kantor imigrasi. Oiya, pas apply COE, keluarga tidak ikut tidak apa-apa. Tapi pas change visa status, harus datang. Cukup bawa diri, si COE, passport, dan foto dari Indonesia itu! Karena kemarin suami lupa bawa hasil afdruk foto, jadilah terpaksa mengeluarkan kocek di photo booth. Kalau tidak salah setelah 1 jam selesai, kami dipanggil dan Zaryu Card suami dan anak-anak sudah jadi! Alhamdulillah. Dan period of validity di kartu alhamdulillah sama.
Sejak akhir April itu, kami sudah tenang di sini. Tidak khawatir lagi masalah visa. Alhamdulillah juga mendapat kemudahan lainnya. Mengenai social benefit, jika sudah melakukan pengajuan ke kantor kecamatan, kita akan dapat banyak manfaat baik untuk sekolah dan kesehatan anak-anak.
Well, di situlah saya bersyukur. Dari sekian banyak negara – terutama Eropa, yang ingin saya tuju sebagai tempat kuliah, ternyata ke sini mendapat banyak kemudahan bagi keluarga. Mungkin kalau saya keukeuh ke Eropa, lain ceritanya. Allah Maha Tahu yang terbaik bagi kami.
Semoga teman-teman yang lain juga tetap semangat sekolah dengan tetap menjaga keluarga. Jadi ingat kata Institut Ibu Profesional. Membangun peradaban dari dalam rumah. Ganbarimashou!
Sendai, 11 Ramadhan, 7 Juni 2017 – di sela-sela tugas kuliah.